Cari Blog Ini

Minggu, 15 April 2012


Kota biru yang penuh misteri

Bagikan artikel ini :
Di India, terdapat kota yang seluruh rumahnya bercat biru. Kota tersebut adalah Jodhpur, kota terbesar kedua di negara bagian Rajasthan, India. Terletak 335 kilometer (208 mil) barat dari ibukota negara bagian, Jaipur.


Kota ini menjadi destinasi wisata yang cukup populer, selain keunikan warna biru yang menyelimuti seluruh permukiman, Jodhpur juga memiliki situs berupa istana dan kuil-kuil. Kota ini juga dikelilingi oleh tembok batu tebal.

Berkunjung ke tempat ini tidak perlu harus tergantung dengan musim, karena cuacanya selalu cerah sepanjang tahun. Oleh sebab itu, Jodhpur dikenal juga sebagai "Sun City". Meskipun julukan yang lebih terkenal disebut sebagai "Kota Biru".


Yang menarik, alasan penduduk mengecat rumah mereka menjadi biru masih menjadi misteri. Bisa jadi, bila kita bertanya mengapa mereka mengecat rumahnya dengan warna biru, mereka menjawab karena warna biru akan membuat rumah mereka menjadi dingin dan bebas dari nyamuk.

Namun demikian, beberapa sumber menyebut alasan-alasan berikut ini:

1. Warna biru dipilih mengikuti orang-orang berkasta Brahmana yang selalu mengecat rumah mereka dengan warna biru, karena dewa-dewa biasanya selalu berwarna biru (pernah lihat film soal Dewa Krishna kecil?)

2. Warna biru untuk mengusir nyamuk

3. Menurut pendapat penduduk Jodhpur, warna biru bisa mendinginkan suasana rumah.


Guna menikmati keindahan lanskap Jodhpur, bisa dilihat dari Benteng Meherangarh. Benteng dengan tembok setinggi 35 meter ini memiliki jendela-jendela batu untuk melihat pemandangan di luar. Dari tempat inilah kita bisa mengagumi jajaran rumah biru yang sampai kini masih diselimuti misteri.

Minggu, 08 April 2012


Sejarah Kampung Kuta Ciamis

Kampung yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, berbatasan dengan Jawa Tengah itu dikenal sebagai Kampung adat. Ada beberapa versi mengenai sejarah Kampung Kuta ini.

Menurut cerita rakyat setempat, asal-usul Kampung Kuta berkaitan dengan berdirinya Kerajaan Galuh. Konon, pada zaman dahulu ketika Prabu Galuh yang bernama Ajar Sukaresi (dalam sumber lain, tokoh ini adalah seorang pandita sakti) hendak mendirikan Kerajaan Galuh, Kampung Kuta dipilih untuk pusat kerajaan karena letaknya strategis.


Prabu Galuh memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk mengumpulkan semua keperluan pembangunan keraton seperti kapur bahan bangunan, semen merah dari tanah yang dibakar, pandai besi, dan tukang penyepuh perabot atau benda pusaka. Keraton pun akhirnya selesai dibuat. Namun, pada suatu ketika, Prabu Galuh menemukan lembah yang (Kuta) oleh tebing yang dalamnya sekitar 75 m di lokasi pembangunan pusat kerajaan itu. Atas musyawarah dengan para punggawa kerajaan lainnya, diputuskanlah bahwa daerah tersebut tidak cocok untuk dijadikan pusat kerajaan (menurut orang tua, "tidak memenuhi Patang Ewu Domas").

Selanjutnya, mereka berkelana mencari tempat lain yang memenuhi syarat. Prabu Galuh membawa sekepal tanah dari bekas keratonnya di Kuta sebagai kenang-kenangan. Setelah melakukan perjalanan beberapa hari, Prabu Galuh dan rombongannya sampai di suatu tempat yang tinggi, lalu melihat-lihat ke sekeliling tempat itu untuk meneliti apakah ada tempat yang cocok untuk membangun kerajaannya. Tempat ia melihat-lihat itu sekarang bernama "Tenjolaya".

Prabu Galuh melihat ke arah barat, lalu terlihatlah ada daerah luas terhampar berupa hutan rimba yang menghijau. Ia kemudian melemparkan sekepal tanah yang dibawanya dari Kuta ke arah barat dan jatuh di suatu tempat yang sekarang bernama "Kepel". Tanah yang dilemparkan tadi sekarang menjadi sebidang sawah yang datar dan tanahnya berwarna hitam seperti dengan tanah di Kuta, sedangkan tanah di sekitarnya berwarna merah. Prabu Galuh melanjutkan perjalanannya sampai di suatu pedataran yang subur di tepi Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy, lalu mendirikan kerajaan di sana .

Cerita selanjutnya tentang Prabu Galuh tersebut hampir mirip dengan cerita Ciung Wanara dalam naskah Wawacan Sajarah Galuh, bahwa Prabu Galuh kemudian digantikan oleh patihnya, Aria Kebondan (dalam naskah disebut Ki Bondan). Prabu Galuh menjadi pertapa di Gunung Padang. Menurut versi tradisi lisan, Prabu Galuh meninggalkan dua orang istri, yaitu Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Saat itu, Dewi Naganingrum sedang mengandung. Ketika Dewi Naganingrum melahirkan, Dewi Pangrenyep menukar bayinya dengan seekor anak anjing. Bayi itu kemudian dihanyutkan ke Sungai Citanduy.

Melihat Dewi Naganingrum beranak seekor anjing, Aria Kebondan yang menjadi raja di Galuh menjadi marah, lalu menyuruh Lengser membunuhnya. Namun, Lengser itu tidak membunuh Dewi Naganingrum, tetapi menyembunyikannya di Kuta. Adapun bayi yang dibuang ke Sungai Citanduy itu kemudian ditemukan oleh Aki Bagalantrang di depan badodon (tempat menangkap ikan)-nya. Bayi itu dipungut dan diasuh oleh Aki Bagalantrang hingga remaja, lalu diberi nama Ciung Wanara.

Tempat Aki Bagalantrang mengasuh bayi itu sekarang disebut daerah "Geger Sunten", sekitar 6 km dari Kuta. Ciung Wanara kemudian merebut kembali Kerajaan Galuh dari Aria Kebondan melalui sabung ayam, sebagaimana yang diceritakan dalam naskah. Setelah Ciung Wanara menjadi raja, Lengser pun menjemput Dewi Naganingrum sehingga bisa berkumpul kembali dengan anaknya.

Di Kampung Kuta terdapat mitos tentang Tuan Batasela dan Aki Bumi. Diceritakan bahwa bekas kampung Galuh yang telah diterlantarkan selama beberapa lama ternyata menarik perhatian Raja Cirebon dan Raja Solo. Selanjutnya, masing-masing raja tersebut mengirimkan utusannya untuk menyelidiki keadaan di Kampung Kuta. Raja Cirebon mengutus Aki Bumi, adapun Raja Solo mengutus Tuan Batasela.

Raja Cirebon berpesan kepada utusannya bahwa ia harus pergi ke Kuta, tetapi jika didahului oleh utusan dari Solo, ia tidak boleh memaksa jadi penjaga Kuta. Ia harus mengundurkan diri, tetapi tidak boleh pulang ke Cirebon dan harus terus berdiam di sekitar daerah itu sampai mati. Pesan yang sama juga didapat oleh utusan dari Solo. Pergilah kedua utusan tersebut dari kerajaannya masing-masing.

Utusan dari Solo, Tuan Batasela, berjalan melalui Sungai Cijolang sampai di suatu kampung, lalu beristirahat di sana selama satu malam. Jalan yang dilaluinya itu hingga saat ini masih sering dilalui orang untuk menyeberang dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. Penyeberangan itu diberi nama "Pongpet". Adapun Aki Bumi dari Cirebon langsung menuju ke Kampung Kuta dengan melalui jalan curam, yang sampai saat ini masih ada dan diberi nama "Regol", sehingga tiba lebih dulu di Kampung Kuta.

Sesampainya di sana, Aki Bumi menemui para tetua kampung dan melakukan penertiban- penertiban, seperti membuat jalan ke hutan dan membuat tempat peristirahatan di pinggir situ yang disebut "Pamarakan". Karena telah didahului oleh utusan dari Cirebon, Tuan Batasela kemudian terus bermukim di kampung tempat ia bermalam, yang terletak di utara Kampung Kuta.

Konon, utusan dari Solo itu kekurangan makanan, lalu meminta-minta kepada masyarakat di Kampung itu, tetapi tidak ada yang mau memberi. Keluarlah umpatan dan sumpah dari Tuan Batasela yang mengatakan bahwa "Di kemudian hari, tidak akan ada orang yang kaya di Kampung itu." Ternyata, hingga saat ini rakyat di kampung itu memang tidak ada yang kaya. Karena menderita terus, Tuan Batasela kemudian bunuh diri dengan keris.

Darah yang keluar dari luka Tuan Batasela berwarna putih, lalu mengalir membentuk parit yang kemudian disebut "Cibodas". Kampung itu pun diberi nama Kampung Cibodas. Tuan Batasela dimakamkan di tengah- tengah persawahan di sebelah utara Kampung Cibodas. Makamnya masih ada hingga saat ini. Aki Bumi terus menjadi penjaga (kuncen) Kampung Kuta sampai meninggal, lalu dimakamkan bersama keluarganya di tengah-tengah Kampung, yang sekarang termasuk Kampung Margamulya. Tempat makam itu disebut "Pemakaman Aki Bumi". Setelah keturunan Aki Bumi tidak ada lagi, Raja Cirebon memerintahkan bahwa yang menjadi kuncen di Kampung Kuta berikutnya adalah orang-orang yang dipercayai oleh Aki Bumi, yaitu para leluhur kuncen Kampung Kuta saat ini.

Mitos-mitos yang dituturkan oleh tradisi lisan terkadang mempunyai keterkaitan dengan mitos yang diceritakan dalam sumber naskah. Keterkaitan itu kemudian menimbulkan pertanyaan bagi kita, apakah si penutur mitos yang bersumber pada naskah atau naskah yang ditulis berdasarkan penuturan. Jika dirujuk pada usianya, maka tradisi lisan telah ada sebelum tulisan muncul sehingga dapat diasumsikan bahwa naskah ditulis berdasarkan cerita yang dituturkan.

Tradisi lisan yang terus ada hingga saat ini, seperti yang dituturkan oleh para kuncen atau tukang cerita, terdapat dua kemungkinan mengenai asal-usulnya. Pertama, tradisi lisan itu berdasarkan cerita naskah yang dibaca kemudian dituturkan kembali. Kedua, tradisi lisan itu memang belum pernah dituliskan dalam bentuk naskah, lalu dituturkan secara turun-temurun. Adanya perbedaan versi suatu cerita yang dituturkan dalam naskah dan tradisi lisan disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu perbedaan sumber cerita, distorsi cerita karena pewarisan cerita yang turun-temurun memungkinkan terjadinya penambahan ataupun pengurangan isi cerita, dan adanya keinginan dari penutur cerita untuk mengedepankan peranan seorang tokoh ataupun berapologia atas kesalahan tokoh tersebut.

Demikian pula dengan cerita tentang Kampung Kuta di atas. Ada beberapa bagian yang hampir mirip dengan cerita yang dikemukakan dalam naskah dan ada pula yang berbeda jalan ceritanya. Adapun mengenai kebenaran isi cerita atau mitos tersebut bukanlah suatu permasalahan. Setidaknya, mitos-mitos tersebut dihormati dan dipelihara oleh masyarakatnya. Lebih jauh, bukankah ilmu pengetahuan juga pada awalnya berkembang dari bentuk pemikiran mitis.

Hingga saat ini, Kampung Kuta tetap dilestarikan sebagai kampung adat atau petilasan. Masyarakatnya masih memelihara dan melestarikan tradisi-tradisi leluhur mereka. Pantangan-pantangan pun dibuat untuk menjaga kelestarian tradisi itu, seperti larangan membuat rumah dari tembok dan memakai atap genteng, larangan mengubur mayat orang dewasa kecuali bayi kecil dan dalamnya pun tidak melebihi pangkal paha, larangan menggali sumur terlalu dalam, larangan mementaskan wayang, larangan meminum minuman keras, tidak boleh sombong atau menentang adat kuta, dan sebagainya.

Dengan masih bertahannya Kampung Kuta sebagai Kampung Adat yang berada di Ciamis ini, sepatutnya harus kita banggakan, karena dengan adanya Kampung Kuta sebagai Kampung Adat yang masih bertahan menunjukkan bahwa masih ada pelestari kebudayaan yang masih eksis hinga saat ini. Mari kita lestarikan warisan kebudayaan leluhur...


Sumber: Blog Kang Mustafid

Ribuan Kelelawar di Situ Panjalu Menghilang

Selama berpuluh-puluh tahun, pepohonan Nusa Gede dimana di dalamnya ada makam keramat Prabu Sanghyang Boros Ngora yang terletak di tengah situ Panjalu, dihinggapi komunitas kelelawar atau kalong yang jumlahnya ribuan.

Komunitas kalong tersebut tidak pernah berpindah ke nusa lain di sekitar situ, atau pepohonan lain selain pohon yang ada di Nusa Gede. Tetapi sudah 17 hari ini, makam keramat Boros Ngora tak lagi dikelilingi kalong yang menggelayut di pohon Nusa Gede dan berkeleling terbang di atasnya. Mereka sudah pergi meninggalkan Situ Panjalu, entah pergi kemana.

Hilangnya komunitas kalong selama lebih dari dua minggu ini, menimbulkan banyak tanda tanya bagi warga setempat. Seperti yang diungkapkan Haris, warga Kampung Dukuh, Kec. Panjalu. Ia bersama warga di Panjalu merasa heran dengan kejadian tersebut yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Warga khawatir, perginya kalong dari Nusa Gede Panjalu menjelang tahun baru islam dan menjelang nyangku ini, menyimpan tanda-tanda atau isyarat akan terjadinya sesuatu. "Yang kami khawatirkan, ini menjadi pertanda buruk, karena baru pertama kali terjadi," katanya.

Bahkan menurutnya, bukan hanya kelelawar, burung pun tak terlihat singgah di Nusa Gede Panjalu ini. "Burung pun tak mau hinggap di situ. Semoga saja pertandanya pertanda baik, " kata Haris.

Dikatakan Haris, memang pernah terjadi dimana Nusa Gede ditinggal pergi komunitas kalong, tetapi hanya berlangsung satu hari. Tapi kali ini sudah tujuhbelas hari kalong kalong itu tak lagi kembali ke Nusa Gede.

Warga menyayangkan, kejadian ini tidak dijadikan perhatian serius pihak disbudpar Ciamis. Karena hingga saat ini, belum ada satupun dari instansi terkait yang melakukan kajian, kenapa Nusa Gede ditinggal pergi komunitas kalong.

"Apa karena gejala alam atau karena faktor lain. Ini harus dikaji agar tidak berkembang dugaan-dugaan lain yang bersifat mistis dan menyesatkan warga, " ujar Haris. K-27***

sumber: kabar-priangan.com



Situ Haurgeulis Butuh Sentuhan

Suasana yang sepi cukup menunjang situ Haurgeulis, di Desa Sukahurip, Kecamatan Cisaga dimanfaatkan untuk bobogohan. Pasangan muda-mudi sengaja datang untuk menikmati suasana sepi situ yang sempat ramai dikunjungi pengunjung. Setiap harinya tidak kurang dari 10 pasang muda mudi menyempatkan diri untuk berkunjung ke lokasi Situ yang luasnya lebih dari 5 hektar.

Dede (60) warga setempat mengakui pada hari Sabtu dan Minggu banyak pasangan muda mudi yang berkunjung ke Situ Haurgeulis. "Rame diten saptu sareng mingu mah seueur nu bobogohan," katanya belum lama ini.

Menurut Dede pada awal pembangunan situ tahun 2004 lalu, sempat ramai banyak dikunjungi warga. Bahkan di situ sengaja disimpan dua buah perahu dan saung-saung persinggahan. Namun jumlah pengunjung menurun setelah terjadi tragedi ada yang meninggal saat berenang.

"Aya kana 6 sasih mah rame na teh, tos eta mah ngalelep," katanya.

Penataan situ saat ini kembali dilakukan pihak Desa. hanya saja masih belum sempurna dan belum bisa menarik wisatawan untuk berkunjung. Baru jalan disekeliling situ yang di perbaiki. Selebihnya belum ada penataan.

Masih butuh sentuhan dari pemerintah agar lokasi Situ Haurgeulis menjadi lokasi wisata yang menarik.

"Harus didukung dengan infrastruktur yang memadai agar lebih menarik pengunjung. Namun pemerintah anggaranya terbatas," kata Kepala Desa Sukahurip, Aan Rosad.

Saat ini pemerintah desa mengembangkan situ haurgeulis untuk lokasi pemancingan. Rencananya pada bulan April mendatang ikan yang sudah ditanam bebera bulan lalu siap dipancing. (Latif/Antik/KP)***

Asal Usul Pananjung dan Pangandaran

Desa Pananjung Pangandaran pada awalnya dibuka dan ditempati oleh para nelayan dari Suku Sunda. Para pendatang lebih memilih daerah Pangandaran untuk menjadi tempat tinggal karena gelombang laut yang kecil membuat mereka mudah untuk mencari ikan. Pantai Pangandaran memiliki sebuah daratan yang menjorok ke laut dan sekarang menjadi cagar alam atau hutan lindung, dan tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi gelombang besar untuk sampai ke pantai.

Para nelayan menjadikan pantai pangandaran sebagai tempat untuk menyimpan perahu yang dalam bahasa sundanya disebut andar. Beberapa waktu kemudian para pendatang banyak bersandar ke tempat ini dan menetap sehingga menjadi sebuah perkampungan yang disebut Pangandaran. Pangandaran berasal dari dua buah kata pangan dan daran, pangan berarti makanan dan daran maknanya pendatang. Pangandaran dapat diartikan sebagai sumber makanan para pendatang.

Sesepuh terdahulu memberi nama desa dengan kata 'Pananjung', karena di daerah itu terdapat tanjung dan banyak sekali terdapat daerah keramat di beberapa tempat. Pananjung berasal dari kata dalam bahasa Sunda 'pangnanjung-nanjungna' (paling subur atau paling makmur).

Pananjung pada mulanya merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad XIV M, yaitu pada masa setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan Bogor. Nama raja Kerajaan Pananjung adalah Prabu Anggalarang yang disebut dalam salah satu versi kisah sejarah sebagai keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pangauban. Kerajaan Pananjung sayangnya hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut) karena tidak bersedia menjual hasil bumi kepada mereka. Penolakan Kerajaan Pananjung ini disebabkan pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).

Penjajah Belanda melalui Y. Everen (Residen Priangan) menjadikan Pananjung sebagai taman baru pada tahun 1922. Waktu itu terjadi penambahan 'penghuni' taman dengan dilepaskannya seekor banteng jantan, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa.

Pananjung dijadikan suaka alam dan marga satwa pada tahun 1934, dengan luas 530 Ha. Penetapan ini berdasarkan alasan karena Panjanjung memiliki keanekaragaman satwa dan jenis–jenis tanaman langka, dan agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga. Status Pananjung berubah menjadi cagar alam pada tahun 1961 setelah ditemukannya Bunga rafflesia padma.

Sebagian kawasan Pananjung seluas 37,70 Ha dijadikan Taman Wisata pada tahun 1978, seiring dengan meningkatnya hubungan masyarakat dengan tempat rekreasi. Kawasan perairan di sekitarnya pada tahun 1990 dikukuhkan pula sebagai cagar alam laut (470,0 Ha), sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya menjadi 1000,0 Ha.

Pengusahaan wisata TWA Pananjung Pangandaran pada perkembangan selanjutnya berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 104/KPTS-II/1993 diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan Hutan Pangandaran.

referensi: http://www.mypangandaran.com/profil/detail/1/sejarah-pangandaran.html

Gadis Cantik Ciamis Paling Fenomenal

Banyak gadis cantik di Ciamis, tak perlu diragukan lagi. Tapi siapakah gadis cantik dari Ciamis yang paling fenomenal dalam lintasan sejarah? Tak berlebihan jika akhirnya muncul satu nama yang dijadikan jawaban oleh berbagai pihak. Nama ini memang menjadi salah satu bintang Ciamis yang paling populer, tidak hanya di benak orang Ciamis, tetapi diakui juga oleh masyarakat Indonesia.

Nike Ardilla adalah artis dan penyanyi wanita berbakat yang teropuler di jamannya. Lima tahun berkiprah di industri musik, Nike berhasil mengeluarkan 13 album. Tak hanya itu, Nike pun telah membintangi 12 film layar lebar dan 9 judul sinetron.

Ia terlahir dengan nama Rd. Rara Nike Ratnadilla. Rd. Rara adalah sebuah julukan kebangsawanan untuk seorang putri keturunan ningrat di Jawa Barat, Nike sendiri masih keturunan Raja Galuh. Adapun nama Nike Ratnadilla, berasal dari Ni yang diambil dari suku kata nama depan ibunya (Ningsirat), dan Ke,diambil dari suku kata bagian depan nama ayahnya (Kusnadi, Ku dirubah jadi Ke). Rat, diambil dari Ningsirat, Nadi diambil dari Kusnadi, dan ditambahkan lla sehingga jadilah nama Nike Ratnadilla.

Di awal kariernya, Nike menggunakan nama Nike Astrina dan sempat mengeluarkan single album berjudul 'Gadis Foto Model', yang merupakan sountrack film yang berjudul sama. Tahun 1990-an, Nike atas permintaan produser, Nike merubah namanya menjadi Nike Ardilla yang diambil dari nama belakangnya dan dengan nama tersebut ia berhasil menaklukan dunia hiburan di Indonesia. Nike juga memiliki nama kecil, yaitu Keke, Neng atau Amoy. Keluarga besar Nike biasa memanggilnya dengan sebutan 'Neng' (nama kecil buat anak perempuan di daerah parahyangan)dan Nikemania biasa memanggilnya dengan sebutan 'Teteh' (panggilan hormat untuk seorang wanita, biasanya wanita yg lebih tua di daerah sunda).

Album pertamanya laku lebih dari 500.000 copies, menyusul album ke-2 nya yang mensejajarkan Nike ke dalam musisi papan atas terjual 2 juta copies dan mendapatkan BASF Award 1990 best selling album. Album terakhirnya laku lebih dari 3 juta copies di indonesia saja, total dengan di penjualan ASEAN 5 juta copies. Karir Nike di dunia musik mungkin singkat hanya 6 tahun, tapi telah menghasilkan 10 album yang sukses dengan rata-rata penjualan album lebih dari 1 juta copies. Jika dihitung dari 10 major album dan album the best yang di release sampai sekarang mungkin Nike sudah merelease lebih dari 40 buah album musik.

Sampai belasan tahun setelah kematian Nike Ardilla orang-orang masih mengenang Nike Ardilla dan namanya pun masih melegenda. Tabloid Nova tahun 2007 dalam edisi yang ke-1000 eksemplar mengklaim bahwa Tabloid Nova edisi Nike Ardilla bulan maret 1995 sebagai Tabloid Nova terlaris sepanjang Nova beredar. Tahun 1986-2007 terjual lebih dari 850.000 eksemplar. Infotainment silet di edisi ke-100 menempatkan edisi Nike Ardilla sebagai rating tertinggi ke-2 silet setelah edisi perseteruan Rhoma Irama dan Inul Daratista.

Dominasi Nike Ardilla di tahun 1990-an tak terkalahkan. Film laris alias box office banyak di bintangi olehnya, sinetron dengan rating tinggi banyak menampilkannya di stasiun TV swasta waktu itu, dan dunia model pun di gelutinya. Nike menjadi gadis sampul 1990 adalah bukti nyata prestasinya. Festival tarik suara pun dijajal hingga meraih juara 1 lomba menyanyi se-asia pasific di shanghai china tahun 1991. Ia juga menjadi bintang iklan untuk berbagai produk. Tak pelak, jika di tanya siapa penyanyi dan artis yang paling popular di tahun 90-an, jawabannya Nike Ardilla.

Catatan media menunjukkan bahwa popularitas Nike tetap menjadi sorotan. Seorang kandidat gubernur, Agum Gumelar, sempat menjadikan rumah Nike Ardilla sebagai markas pemenangannya. Okezone.com melaporkan Jumat (8/2/2008), Agum bersama sejumlah tim suksesnya mendatangi rumah Nike Ardilla di Jalan Imbanagara 389, Ciamis, Jawa Barat. Saat tiba di tempat itu, Agum disambut ibu almarhumah, Nining Sihratu. Nampaknya Agum Gumelar yakin almarhumah penyanyi Nike Ardilla masih memiliki kharisma bagi penggemarnya. Karenanya, dia memakai rumah mendiang sebagai posko relawan Ciamis untuk pencalonan dirinya dalam Pilgub Jabar.

Nama mendiang Nike memang sedemikian fenomenal. Ia menjadi gadis cantik berdarah Ciamis yang paling terkenal. Sudahkah ada penggantinya kini? Bunga-bunga baru Tatar Galuh pasti sudah, sedang dan akan terus bermunculan dengan prestasi masing-masing. Semoga...

referensi:
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Nike_Ardilla
2. http://www.lautanindonesia.com/forum/index.php?topic=5949.0
3. http://museumnikeardilla.blogspot.com

Kisah Asal Muasal Curug Tujuh Cibolang Ciamis

Kecintaan seorang pemimpin pada rakyatnya, dan kesedihan yang timbul melihat penderitaan mereka, dapat membawa jawaban dan kebahagiaan pada akhirnya. Itulah mungkin pesan moral dari kisah sasakala Curug Tujuh Cibolang Ciamis. Konon terbentuknya curug tujuh menurut keterangan berasal dari kisah jaman dahulu kala, manakala terdapat seorang penguasa atau raja di wilayah tersebut, yang pada suatu waktu merasa sangat prihatin melihat keadaan di wilayahnya yang sangat menderita akibat kemarau panjang. Air tidak ada dan tanah kering kerontang sehingga rakyatnya dirundung malang berkepanjangan.

Sang raja kemudian bertapa untuk memohon supaya diturunkan hujan agar keadaan negerinya pulih seperti sediakala. Namun usahanya itu tidak mendapatkan jawaban dari penguasa alam. Hal tersebut menyebabkan hatinya sangat sedih dan kesedihannya itu membuatnya menangis. Saat itu keajaiban terjadi, air mata raja perlahan berubah menjadi genangan air jernih dan semakin membesar sehingga membentuk aliran air yang akhirnya terpecah dan jatuh di tujuh buah tebing.


Panorama alam yang indah dan suasana hutan alam menjadi daya tarik wana wisata Curug Tujuh, dimana objek wisata ini berada di kiri kanan bukit gunung Ciparang dan Cibolang yang merupakan bagian dari Gunung Sawal.


Luas Wana Wisata Curug Tujuh 20 Ha terletak di kawasan hutan RPH Panjalu BKPH Ciamis KPH Ciamis yang menurut administrasi pemerintah termasuk Desa Sanding Taman Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis.

Objek wisata ini terletak pada ketinggian sekitar 800-900 di atas permukaan laut dengan konfigurasi lapangan bergunung, suhu udara secara umum sekitar 17-18 derajat Celcius.


Sesuai namanya Curug Tujuh terdiri dari tujuh buah air terjun yang lokasinya berjejer dengan Curug Satu, Curug Dua, Curug Tiga, Curug Cibolang, Curug Simantaja, Curug Cileutik, dan Curug Cibuluh. Konon diantara curug tersebut mengalirkan air yang berkhasiat menyembuhkan penyakit seperti penyakit kulit, encok, rematik dan pegal linu. Dan airnya tidak pernah surut sekalipun musim kemarau, dimana air yang mengalir berasal dari gunung Sawal.

Kisah Asal Muasal Situ Lengkong Panjalu


Situ Lengkong sekarang termasuk kedalam wilayah Desa/Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Dalam Bahasa Sunda; kata situ artinya danau. Situ Lengkong atau dikenal juga dengan Situ Panjalu terletak di ketinggian 700 m dpl. Di tengah danau tersebut terdapat sebuah pulau yang dinamai Nusa Larang atau Nusa Gede atau ada juga yang menyebutnya sebagai Nusa Panjalu.

Menurut legenda rakyat dan Babad Panjalu, Situ Lengkong adalah sebuah danau buatan, sebelumnya daerah ini adalah kawasan legok (bhs. Sunda: lembah) yang mengelilingi bukit bernama Pasir Jambu (Bhs. Sunda: pasir artinya bukit).

Ketika Sanghyang Borosngora pulang menuntut ilmu dari tanah suci Mekkah, ia membawa cinderamata yang salah satunya berupa air zamzam yang dibawa dalam gayung batok kelapa berlubang-lubang (gayung bungbas). Air zamzam itu ditumpahkan ke dalam lembah dan menjadi cikal-bakal atau induk air Situ Lengkong.

Bukit yang ada di tengah lembah itu menjelma menjadi sebuah pulau dan dinamai Nusa Larang, artinya pulau terlarang atau pulau yang disucikan, sama halnya seperti kota Mekkah yang berjuluk tanah haram yaitu tanah terlarang atau tanah yang disucikan; artinya tidak sembarang orang boleh masuk dan terlarang berbuat hal yang melanggar pantangan atau hukum di kawasan itu.

Pada masa pemerintahan Prabu Sanghyang Borosngora, pulau ini dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu. Di Nusa Larang ini bersemayam juga jasad tokoh-tokoh Kerajaan Panjalu yaitu Prabu Rahyang Kancana, Raden Tumenggung Cakranagara III, Raden Demang Sumawijaya, Raden Demang Aldakusumah, Raden Tumenggung Argakusumah (Cakranagara IV) dan Raden Prajasasana Kyai Sakti.


Situ Lengkong memiliki luas kurang lebih 67,2 hektare, sedangkan Nusa Larang mempunyai luas sekitar 16 hektare. Pulau ini telah ditetapkan sebagai cagar alam sejak tanggal 21 Februari 1919. Nusa Larang ini pada zaman Kolonial Belanda dinamai juga Pulau Koorders sebagai bentuk penghargaan kepada Dr Koorders, seorang pendiri sekaligus ketua pertama Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming, yaitu sebuah perkumpulan perlindungan alam Hindia Belanda yang didirikan tahun 1863.

Sebagai seorang yang menaruh perhatian besar pada botani, Koorders telah memelopori pencatatan berbagai jenis pohon yang ada di Pulau Jawa. Pekerjaannya mengumpulkan herbarium tersebut dilakukan bersama Th Valeton, seorang ahli botani yang membantu melakukan penelitian ilmiah komposisi hutan tropika.

Koorders dan rekannya itu pada akhirnya berhasil memberikan sumbangan pada dunia ilmu pengetahuan. Berkat kerja kerasnya kemudian terlahir buku Bijdragen tot de Kennis der Boomsoorten van Java, sebuah buku yang memberi sumbangan pengetahuan tentang pohon-pohon yang tumbuh di Pulau Jawa.

Sebagai cagar alam, Nusa Larang memiliki vegetasi hutan primer yang relatif masih utuh dan tumbuh secara alami. Di sana terdapat beberapa jenis flora seperti Kondang (Ficus variegata), Kileho (Sauraula Sp), dan Kihaji (Dysoxylum). Di bagian pulau yang lebih rendah tumbuh tanaman Rotan (Calamus Sp), Tepus (Zingiberaceae), dan Langkap (Arenga). Sedangkan fauna yang hidup di pulau itu antara lain adalah Tupai (Calosciurus nigrittatus), Burung Hantu (Otus scop), dan Kelelawar (Pteropus vampyrus).

Museum Galuh Pakuan Ciamis


Museum Galuh Pakuan adalah salah satu tempat yang sayang untuk dilewatkan jika Anda berkunjung ke Ciamis. Kita dapat melihat lebih dekat benda-benda peninggalan masa kejayaan Galuh di jaman dulu dan mengambil semangatnya untuk membangun di masa kini dan mendatang.


Museum Galuh Pakuan diresmikan pada hari Minggu 18 Juli 2010 dengan dihadiri Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf. Museum tersebut terletak di Jl. KH. A. Dahlan No 40 Ciamis, dan berisi koleksi benda-benda pusaka peninggalan kerajaan Galuh. Sebelumnya ratusan benda tersebut disimpan di kompleks Makam Kangjeng Prebu di Jambansari, tidak jauh dari lokasi museum sekarang. Ruangan penyimpanan benda pusaka yang lama mengalami rusak berat ketika terjadi gempa 2 September 2009.


Peresmian diwarnai wacana pengembalian nama kabupaten Ciamis menjadi kabupaten Galuh. "Dahulu perubahan nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis merupakan proses politik. Sehingga dengan proses politik pula, akan dapat mengembalikan sesuai nama asli yaitu Kabupaten Galuh," tutur Ketua Paguyuban Rundayan Galuh Pakuan, Raden Gani Kusumahdinata.


Tampak hadir dalam peresmian tersebut Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, Pangeran Raja Adipati Arif Nata Diningrat dari Keraton Kasepuhan Cirebon, Pangeran Hempi dari Keraton Sumedang Larang, mantan Gubernur Aceh Darussalam Abdullah Puteh, mantan Wagub Jabar H Karna Suwanda, sejarawan Prof. Hj. Nina Lubis, Prof. Hiemendra, Prof. Dr. Rasyid, Ketua Paguyuban Pasundan Syafei dan undangan lainnya. Pihak keluarga mantan menteri PU Radinal Muchtar juga hadir, mengingat Museum Galuh Pakuan untuk sementara menempati kediaman tokoh tersebut.

sumber berita: PR Online
foto-foto diambil dari note Kang Dede Yusuf

Museum Galuh Imbanagara Ciamis


Museum Galuh Imbanagara terletak di Jl. Mayor Ali Basyah No. 311 Imbanagara Raya Ciamis. Museum ini didirikan untuk mengamankan benda-benda pusaka dan dokumen sejarah Galuh Imbanagara Ciamis dan telah diresmikan oleh Bupati Ciamis pada tanggal 12 Mei 2004.

Tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan kabupaten Ciamis tak lepas dari sejarah Galuh Imbanagara yang menjadi menjadi pusat pemerintahan selama kurang lebih dua abad.

Benda-benda yang terdapat didalam museum ini antara lain:
• Keris-keris peninggalan Galuh Imbanagara
• Dokumen-dokumen penting milik Galuh Imbanagara
• Foto-foto tentang sejarah Galuh Imbanagara
• dan benda-benda pusaka peninggalan Galuh Imbanagara lainnya

Ketua Yayasan Galuh Imbanagara R. Enggun S. Rachmat berharap warga masyarakat Tatar Galuh Kabupaten Ciamis dapat melihat langsung serta mengetahui keberadaan sejarah kabupaten Galuh di masa lalu.

Sayangnya letak Museum Galuh Imbanagara ini kurang strategis. Pengunjung harus memasuki sebuah gang untuk mencapainya, dan museum ini juga relatif sepi serta kecil dibandingkan dengan museum-museum lain yang ada di Indonesia.

referensi: http://sophiechan-sophie-chan.blogspot.com/2011/03/museum-galuh-imbanagara-ciamis-jawa.html

Sejarah Ciamis

Menurut sejarawan W.J Van der Meulen, Pusat Asli Daerah (kerajaan) Galuh, yaitu disekitar Kawali (Kabupaten Ciamis sekarang). Selanjutnya W.J Van der Meulen berpendapat bahwa kata "galuh", berasal dari kata "sakaloh" berarti "dari sungai asalnya", dan dalam lidah Banyumas menjadi "segaluh". Dalam Bahasa Sansekerta, kata "galu" menunjukkan sejenis permata, dan juga biasa dipergunakan untuk menyebut puteri raja (yang sedang memerintah) dan belum menikah.

Sebagaimana riwayat kota-kabupaten lain di Jawa Barat, sumber-sumber yang menceritakan asal-usul suatu daerah pada umumnya tergolong historiografi tradisional yang mengandung unsur-unsur mitos, dongeng atau legenda disamping unsur yang bersifat historis. Naskah-naskah ini antara lain Carios Wiwitan Raja-raja di Pulo Jawa, Wawacan Sajarah Galuh, dan juga naskah Sejarah Galuh bareng Galunggung, Ciung Wanara, Carita Waruga Guru, Sajarah Bogor. Naskah-naskah ini umumnya ditulis pada abad ke-18 hingga abad ke-19. Adapula naskah-naskah yang sezaman atau lebih mendekati zaman Kerajaan Galuh. Naskah-naskah tersebut, diantaranya Sanghyang Siksakanda ‘Ng Karesian, ditulis tahun 1518, ketika Kerajaan Sunda masih ada dan Carita Parahyangan, ditulis tahun 1580.

Berdirinya Galuh sebagai kerajaan, menurut naskah-naskah kelompok pertama tidak terlepas dari tokoh Ratu Galuh sebagai Ratu Pertama. Dalam laporan yang ditulis Tim Peneliti Sejarah Galuh (1972), terdapat berbagai nama kerajaan sebagai berikut:
  • Kerajaan Galuh Sindula (menurut sumber lain, Kerajaan Bojong Galuh) yang berlokasi di Lakbok dan beribukota Medang Gili (tahun 78 Masehi?); 
  • Kerajaan Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota Medang Pangramesan; 
  • Galuh Kalangon berlokasi di Roban beribukota Medang Pangramesan; 
  • Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan; 
  • Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari beribukota Banjar Pataruman; 
  • Galuh Kalingga berlokasi di Bojong beribukota Karangkamulyan; 
  • Galuh Tanduran berlokasi di Pananjung beribukota Bagolo; 
  • Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medangkamulyan; 
  • Galuh Pakuan beribukota di Kawali; 
  • Pajajaran berlokasi di Bogor beribukota Pakuan; 
  • Galuh Pataka berlokasi di Nanggalacah beribukota Pataka; 
  • Kabupaten Galuh Nagara Tengah berlokasi di Cineam beribukota Bojonglopang kemudian Gunungtanjung; 
  • Kabupaten Galuh Imbanagara berlokasi di Barunay (Pabuaran) beribukota di Imbanagara; dan 
  • Kabupaten Galuh berlokasi di Cibatu beribukota di Ciamis (sejak tahun 1812).

Untuk penelitian secara historis, kapan Kerajaan Galuh didirikan, dapat dilacak dari sumber-sumber sezaman berupa prasasti. Ada prasasti yang memuat nama "Galuh", meskipun nama tanpa disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya. Dalam prasasti berangka tahun 910, Raja Balitung disebut sebagai "Rakai Galuh". Dalam Prasasti Siman berangka tahun 943, disebutkan bahwa "kadatwan rahyangta I mdang I bhumi mataram ingwatu galuh".

Kemudian dalam sebuah Piagam Calcutta disebutkan bahwa para musuh penyerang Airlangga lari ke Galuh dan Barat, mereka dimusnahkan pada tahun 1031 Masehi. Dalam beberapa prasasti di Jawa Timur dan dalam Kitab Pararaton (diperkirakan ditulis pada abad ke-15), disebutkan sebuah tempat bernama "Hujung Galuh" yang terletak di tepi sungai Brantas. Nama Galuh sebagai ibukota disebut berkali-kali dalam naskah sebuah prasasti berangka tahun 732, ditemukan di halaman Percandian Gunung Wukir di Dukuh Canggal (dekat Muntilan sekarang).

Pada bagian carita Parahyangan, disebutkan bahwa Prabu Maharaja berkedudukan di Kawali. Setelah menjadi raja selama tujuh tahun, pergi ke Jawa terjadilah perang di Majapahit. Dari sumber lain diketahui bahwa Prabu Hayam Wuruk, yang baru naik tahta pada tahun 1350, meminta Puteri Prabu Maharaja untuk menjadi isterinya. Hanya saja, konon, Patih Gajah Mada menghendaki Puteri itu menjadi upeti.

Raja Sunda tidak menerima sikap arogan Majapahit ini dan memilih berperang hingga gugur dalam peperangan di Bubat. Puteranya yang bernama Niskala Wastu Kancana waktu itu masih kecil. Oleh karena itu kerajaan dipegang Hyang Bunisora beberapa waktu sebelum akhirnya diserahkan kepada Niskala Wastu Kancana ketika sudah dewasa. Keterangan mengenai Niskala Wastu Kancana, dapat diperjelas dengan bukti berupa Prasasti Kawali dan Prasasti Batutulis serta Kebantenan.

Pada tahun 1595, Galuh jatuh ke tangan Senapati dari Mataram. Invasi Mataram ke Galuh semakin diperkuat pada masa Sultan Agung. Penguasa Galuh, Adipati Panaekan, diangkat menjadi Wedana Mataram dan cacah sebanyak 960 orang. Ketika Mataram merencanakan serangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628, massa Mataram di Priangan bersilang pendapat. Rangga Gempol I dari Sumedang misalnya, menginginkan pertahanan diperkuat dahulu, sedangkan Dipati Ukur dari Tatar Ukur, menginginkan serangan segera dilakukan.

Pertentangan terjadi juga di Galuh antara Adipati Panaekan dengan adik iparnya Dipati Kertabumi, Bupati di Bojonglopang, anak Prabu Dimuntur keturunan Geusan Ulun dari Sumedang. Dalam perselisihan tersebut Adipati Panaekan terbunuh tahun 1625. Ia kemudian diganti puteranya Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam sekarang).

Pada masa Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam) ke Calingcing. Tetapi tidak lama kemudian dipindahkan ke Bendanagara (Panyingkiran). Pada Tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat VOC sebagai Bupati Galuh menggantikan Angganaya. Pada tahun 1706, ia digantikan pula oleh Kusumadinata I (1706-1727).

Pada pertengahan abad ke-19, yaitu pada masa pemerintahan R.A.A. Kusumadiningrat menjadi Bupati Galuh, pemerintah kolonial sedang giat-giatnya melaksanakan tanam paksa. Rakyat yang ada di Wilayah Galuh, disamping dipaksa menanam kopi juga menanam nila. Untuk meringankan beban yang harus ditanggung rakyat, R.A.A. Kusumadiningrat yang dikenal sebagai "Kangjeng Perbu" oleh rakyatnya, membangun saluran air dan dam-dam untuk mengairi daerah pesawahan. Sejak Tahun 1853, Kangjeng Perbu tinggal di kediaman yang dinamai Keraton Selagangga.

Antara tahun 1859-1877, dilakukan pembangunan gedung di ibu kota kabupaten. Disamping itu perhatiannya terhadap pendidikan pun sangat besar pula. Kangjeng Perbu memerintah hingga tahun 1886, dan jabatannya diwariskan kepada puteranya yaitu Raden Adipati Aria Kusumasubrata.

Pada tahun 1915, Kabupaten Galuh dimasukkan ke Keresidenan Priangan, dan secara resmi namanya diganti menjadi Kabupaten Ciamis.

Sumber: Nina H. Lubis, Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat, tahun 2000.
Artikel ieu dicutat ti : http://members.tripod.com/alifuru/sunda/ciamis.htm

Asal Usul Nami Ciamis

Urang tangtos moal nyangki, yen nami Ciamis teh kirang filosofis. Malah numutkeun pakar mah geuningan teu acan jelas asal usulna eta kecap Ciamis teh. Mugia bae hal kasebat teu ngabalukarkeun urang Ciamis bingung dina nangtukeun jati dirina, sabalikna justru nambih 'heboh' dina ngabuktoskeun kadigjayaan urang Ciamis dina nyandak mangpaat kanggo umat dina sagala widang kahirupan. Amiin
Apakah “Galuh” Lebih Masyhur daripada “Ciamis”?

Di pintu sebuah kamar kontrakan di Dayeuhkolot Kabupaten Bandung terpampang tulisan mencolok memakai huruf kapital dan berwarna ungu. "Putra Galuh", demikian bunyi tulisan tersebut. "Saya berasal dari Ciamis, teman-teman juga yang sama dari Ciamis banyak yang membuat tulisan 'Putra Galuh' di pintu kamarnya, seperti saya," kata Rosyid, seorang karyawan sebuah industri garmen di Mengger, yang menempati kamar kontrakan itu.

Rosyid merasa ada sesuatu yang lain dengan membuat tulisan "Putra Galuh" di pintu kamarnya. "Galuh memberikan pada saya rasa percaya diri yang tinggi," ujarnya. Dia mengaku merasa lebih reueus (bangga) kalau mengatakan berasal dari Galuh. "Sedikit banyak saya tahu tentang kebesaran Galuh pada zaman dahulu, nama Ciamis saya kira tidak mengandung makna apa-apa dan tidak jelas asal-usulnya," kata Rosyid lagi.

Rosyid tidak sendirian. Orang-orang Ciamis yang karena sesuatu hal, melanjutkan sekolah atau bekerja, pergi merantau banyak yang menonjolkan identitas Galuhnya. Di Yogyakarta, misalnya, pelajar dan mahasiswa yang berasal dari Ciamis menamai asramanya dengan nama Asrama Galuh. Perkumpulan mahasiswa asal Ciamis yang belajar di Jakarta pun sama, memakai nama Galuh, yakni Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Galuh.

Di Bandung, mahasiswa dan pelajar yang berasal dari Ciamis juga membuat organisasi dengan nama Galuh Taruna. Bukan hanya mahasiswa dan pelajarnya yang memakai nama Galuh, melainkan juga inohong-inohong asal Ciamis yang menetap di luar Ciamis. Di Bandung, umpamanya, terdapat perkumpulan dengan nama Wargi Galuh.

Tak cukup itu, huruf awal "G" yang terdapat pada nama seseorang bisa dijadikan petunjuk bahwa yang punya nama itu berasal dari Galuh. Prof. Dr. Yudhistira K. Garna -- Guru Besar Antropologi Unpad Bandung -- misalnya, huruf "G" pada nama Garna menunjukkan bahwa Prof. Dr. Yudhistira berasal dari daerah yang kini bernama Ciamis. "Saya memang berasal dari Ciamis," kata Prof. Yudhistira. Konon, orang Ciamis yang memakai nama diawali "G" adalah keturunan bangsawan Galuh.

Alasan mahasiswa, pelajar, dan inohong-inohong Ciamis memakai nama Galuh sama seperti yang dikemukakan Rosyid tadi. "Nama Galuh mengandung nilai sejarah yang tinggi ketimbang Ciamis," kata Asep, Ketua Umum KBM Galuh Jakarta. Galuh pada masanya, menurut Asep merupakan kerajaan besar. "Wilayah kerajaan Galuh cukup luas dan masa kejayaannya juga cukup lama," kata Asep.

Bagi sejarawan dari Unpad Bandung, Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A., masyarakat Ciamis lebih membanggakan nama Galuh daripada Ciamis, itu dapat dimengerti. "Galuh yang di antaranya berarti permata memiliki sejarah yang jelas serta pernah menorehkan kemasyhuran dan kejayaannya, sedangkan Ciamis tidak," ujarnya. Menurutnya, sikap masyarakat Ciamis seperti tadi menunjukkan bahwa apresiasi mereka pada sejarahnya cukup baik.

Pada acara halalbihalal yang diadakan Wargi Galuh di Bandung awal bulan Januari tahun 2003, A. Sobana mengatakan ihwal Galuh tidak hanya terdapat dalam sejarah, tetapi juga terdapat dalam legenda atau cerita rakyat. "Dalam Wawacan Sajarah Galuh, umpamanya, nama Galuh disebutkan sudah ada semenjak zaman prasejarah, dipakai sebagai nama ratu, yakni Ratu Galuh yang mendirikan kerajaan di Lakbok setelah mengalahkan siluman," katanya.

Dalam sejarah, nama Galuh dipakai dalam kurun waktu yang lama, dari abad ke-7 sampai abad ke-16 Masehi, dari nama kerajaan sampai nama kabupaten. "Kerajaan Galuh muncul pada abad ke-7 Masehi, didirikan oleh Wretikandayun," kata A. Sobana.

Kerajaan Galuh ini terus eksis sampai akhir abad ke-16 dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Prabu Niskala Wastu Kancana yang pusat kerajaannya di Kawali.

Meski belum dapat dibuktikan kebenarannya sebagaimana yang dituntut oleh ilmu sejarah, berdasarkan tradisi lisan pengaruh kerajaan Galuh sampai di Jawa Timur. Di Surabaya, tepatnya di Kecamatan Bubutan, terdapat nama Kampung Galuhan. Pada tahun 1970-an, orang-orang tua di sana mengaku mereka merupakan keturunan dari Kerajaan Galuh. Nama Galuhan sendiri tadinya berasal dari kata Hujung Galuh atau Ujung Galuh. Nama ini bisa diartikan batas Kerajaan Galuh.

Sebagai kerajaan yang besar yang wilayah kekuasaannya pernah mencakup beberapa wilayah Jawa bagian tengah, Kerajaan Galuh meninggalkan ajaran atau falsafah yang sekarang disebut falsafah kagaluhan. "Falsafah kagaluhan di antaranya berasal dari prasasti Kawali I di Astana Gede, yakni pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya di buana yang artinya harus membiasakan berbuat kebajikan agar lama jaya di dunia," kata A. Sobana.

Ajaran kagaluhan lainnya diambil dari pandangan atau sikap Prabu Haurkuning mengenai kehidupan. "Prabu Haurkuning antara lain berpendapat bahwa kehidupan harus berlandaskan pada silihasih. Ini juga harus berlandaskan pada budi pekerti yang baik," kata A. Sobana. Manusia harus bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik. Prabu Haurkuning juga mengingatkan bahwa yang membuat harum seseorang tiada lain adalah budi yang luhur.

Falsafah kagaluhan juga dapat dilihat dari warna ungu yang dipakai oleh Kerajaan Galuh. "Warna ungu ini melambangkan keagungan atau keluhuran budi," kata Ir. H. Enang Supena, tokoh Ciamis yang bekerja dan menetap di Jakarta. Warna ungu ini hingga sekarang terus dipertahankan oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dan menjadi lambang Kabupaten Ciamis.

Nama besar Galuh, menurut A. Sobarna, tidak lantas menjadi luntur pada waktu kerajaan Galuh -- sejak tahun 1595 -- menjadi daerah patalukan (vassal) Mataram dan wilayahnya hanya sebagai kabupaten. Demikian juga waktu dikuasai VOC dari tahun 1705 sampai akhir abad ke-18. "Saat dipegang oleh Bupati R.A.A. Kusumadiningrat (1839-1886), pamor Kabupaten Galuh sangat tinggi karena menjadi kabupaten yang disegani pada masa itu," kata A. Sobarna.

Namun, nama Galuh tidak bisa terus terpakai. "Sejak dikeluarkan dari Wilayah Keresidenan Cirebon dan dimasukkan ke Keresidenan Priangan tahun 1915, tanpa ada alasan yang jelas nama Kabupaten Galuh berubah jadi Kabupaten Ciamis," ujar A. Sobarna. Sejak itu, nama Galuh perlahan tapi pasti terpupus, terutama di dalam administrasi pemerintahan kolonial Belanda, hingga saat ini. Nama Galuh hanya dipakai pada hal-hal yang berkaitan dengan budaya dan sejarah.

Mengenai nama Ciamis, menurut A. Sobarna, hingga saat ini belum ditemukan asal-usulnya. "Ada yang mengatakan nama Ciamis pertama kali diperkenalkan oleh orang Jawa karena sungai di wilayah Galuh banyak ikannya. Amis dalam bahasa Jawa artinya anyir," ujarnya. Ada pula yang berpendapat nama Ciamis ini muncul karena di Galuh pernah terjadi banjir darah. "Darah juga kan baunya amis, anyir," kata A. Sobana.

Banjir darah yang dimaksud terjadi pada tahun 1739 di daerah Ciancang sehingga terkenal dengan sebutan tragedi Ciancang atau Bedah Ciancang. Waktu itu, daerah Ciancang diserbu ratusan penjarah yang berasal dari Banyumas, namun pasukan Ciancang yang dibantu oleh pasukan dari Sukapura, Limbangan, Parakan Muncang, dan Sumedang, dapat menumpasnya. Para penjarah banyak yang terbunuh.

Melihat ketidakjelasan dari datangnya nama Ciamis ini, A. Sobarna berpendapat bahwa nama Ciamis tidak memiliki nilai sejarah dan tidak mengandung nilai falsafah. "Tidak seperti Galuh," ujarnya. Oleh karena itu, A. Sobarna menyebutkan digantinya Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis tidak ditemukan dasar filosofinya. "Kalau dikaitkan dengan bau amis ikan atau darah, itu merupakan cemoohan dan pelecehan," katanya lagi. ***

Sumber : Harian Umum Pikiran Rakyat (Juni, 2003)

Temuan Situs Pangrumasan Kyai Bagus Santri

Desa Banjarsari Kab. Ciamis

Nama Pangrumasan merupakan sebuah dusun di Desa Banjarananyar Kecamatan Banjarsari merupakan sebuah desa , yang terletak di wilayah Ciamis , sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pamarican, Sebelah Timur dengan Kecamatan Padaherang, sebelah Utara dengan Desa Cigayam dan sebelah selatan dengan Kecamatan Langkaplancar
Nama Pangrumasan merupakan situs tinggalan di sebuah dusus Pangrumasan dengan luas kurang lebih 14 Ha , merupakan tinggalan makam keramat Kiyai Bagus Santri seorang ulama Islam penyebar agama Islam di Daerah Banjarananyar dan sekitarnya Dari Kerajaaan Demak.
Sebagai bukti adanya tinggalan makam patilasan di Situs Pangrumasan adanya makam keramat Kiyai Bagus Santri beberapa peninggalan peninggalan sejarah dan purbakala yang diperkirakan berupa situs antara lain :
a. Situs Pangrumasan
b. Situs Batu Gajah
c. Situs Curug Bandung
d. Kedung Bulan
e. Batu Pangsalatan sekarang terkubur.
Kiyai Bagus Santri diperkirakan masuk ke daerah Banjarannyar Kecamatan Banjasari untuk menyebarkan agama Islam sekitar abad 14 dan 15 semasa kerajaaan Demak yang terkenal dengan Rajanya Raden Fatah. Kiayai Bagus Santri meskipun tokoh Islam yang berdialek suku Jawa akan tetapi tetap bisa diterima oleh masyarakar Banjarananyar dan sekitarnya karena sebagian mayoritas di daerah tersebut bisa berbahasa Jawa karena dimungkinkan adanya urbanisasi Dari daerah Cilacap dan Banyumas yang menetap di daerah tersebut.
Latar Belakang Sejarah
Syahdan salah seorang utusan Kiyai Bagus Santri Dari Kerajaan Demak bermaksud untuk menyebarkan agama Islam di daerah tanah Pasundan atas titah Raden Fatah di daerah Banjarananyar Banjarsari dan sekitarnya. Karena pada waktu itu di daerah Tatah Pasundan berdiri Kerajaan besar Galuh dan Galuh Kawali yang masih menganut agama Hindu, maka Kiyai bagus Santri bermaksud untuk mengIslamkan kedua kerajaan tersebut, akan tetapi karena kedua kerajaan tersebut sangat kuat dan besar pengaruhnya terhadap masyarakatnya, maka Kiyai Bagus Santri berusaha untuk menyebabarkan Agama Islam melalui daerah pinggiran perbukitan dan pegunungan daerah Ciamis Selatan. Karena untuk penyebaran Agama Islam Dari daerah Utara Ciamis dari Kerajaan Cirebon. Akhirnya Kiyai Bagus Santri mendatangi daerah Timiur dan Selatan Tatah Pasundan untuk menyebarkan Agama Islam. Akhirnya beliau di daerah Pangrumasan desa Cigayam yang kemudian dimekarkan menjadi desa Banjarananyar sekarang. Beberapa waktu kemudian akhirnya rombongan Kiyai Bagus Santri dapat diterima oleh masyarakat tersebut untuk memeluk dan bersedia masuk Islam dengan cara damai.
Ritual Adat Setempat
Ritual adat yang selalu dilaksanakan di situs Pangrumasan Patilasan Kiyai Bagus Santri adalah NYIMBUR yaitu : Ritual adat yang biasanya dilaksanakan pada tiap tanggal 14 Maulud, merupakan ungkapan rasa syukur pada Alloh Yang Maha Kuasa yang memberikan rejeki dan menafakuri ajaran Islam Kiyai Bagus santri yang telah menyebarkan Agama Islam pertama sampai sekarang. Ritual nyimbur diisi dengan mediasi tolak bala Dari berbagai penyakit supaya tidak berjangkit pada masyarakat Banjarananyar dan sekitarnya, dengan cara menyemburkan air dari seeng dengan daun hanjuang, air tersebut diambil dari mata air curug Bandung kemudian disemburkan oleh kuncen atau masyarakat kepada seluruh masyarakat yang hadir pada kegiatan tersebut. Kemudian secara bersama-sama membersihkan benda-benda pusaka tinggalan karuhun semasa Kiyai Bagus Santri di tempat Bale Bandung.
Ziarah
Ziarah kliwon biasa dilaksanakan setiap jumat kliwon kecuali jumat kliwon bulan mulud dan jumat kliwon bulan puasa. Biasanya dilaksanakan dengan cara tawasulan bermunajat pada Yang Maha Kuasa supaya diberi kesalamatan lahir dan batin dengan perantaraan mencari berkah di Patilasan Kiayai Bagus Santri, kemudian setelah melakukan ziarah Kliwon mereka makan nasi tumpeng secara bersamaan.
Berdasarkan kondisi dan potensi situs Pangrumasan Patilasan Kiyai Bagus Santri Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis yang memiliki kurang lebih 14 Hektar telah ditemukan beberapa Benda Cagar Budaya yang sangat penting sebagai bukti temuan sejarah kepurbakaan yang ada di situs tersebut. Sehingga perlu ditindaklanjuti keberadanya untuk dijadikan bahan penelitian oleh para ahli kesejarahan dan kepurbakalaan serta arkeolog guna membuktikan bahwa BCB tersebut mempunyai kandungan nilai-nilai tradisi yang sangat tinggi sebagai bahan kajian untuk dijadikan telaahan sebagai bahan bukti untuk dijadikan sebuah situs yang bersifat nasional.
Benda Cagar Budaya:
  1. Keris Kujang
  2. Keris Kujang Kudi Jawa
  3. Tombak berjagak
  4. Gerabah dan keramik
  5. Tombak berjumlah 5 buah
  6. Golok tua berjumlah 5 buah
  7. Keris kurang lebih berjumlah 100 buah
  8. Padud Emas
  9. Batu Peluru bulat
  10. Batu Peluru Lonjong
  11. Buku Kitab Dari kulit kayu 1 buah
  12. Buku Naskah wawacan 1 buah
  13. Buku naskah berjumlah 4 buah
  14. Waditra Bonang 3 buah
  15. Goong kecil 1 buah
  16. Keris luk 9
  17. Keris kecil lurus 1 buah
  18. Batu buli-buli
  19. Bokor lampu
Sumber: Eman Hermansyah

Situs Candi Ronggeng Pamarican Ciamis


Candi Ronggeng yang di kalangan arkeolog dikenal sebagai Candi Pamarican, terletak di Kampung Sukawening, Desa Sukajaya. Disebut Candi Pamarican karena lokasi candi tersebut terletak di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis. Candi Ronggeng dibangun di dataran subur lembah Kali Ciseel, salah satu anak Sungai Citanduy. Situs tersebut secara administratif berada di Kampung Kedung Bangkong, Dusun Sukamaju, Desa Sukajaya. Situs Candi Ronggeng berada pada koordinat 29'36,7'' BT (berdasarkan pembacaan GPS Garmin)°25'46,9'' LS dan 108°07 dengan ketinggian 34 m di atas permukaan laut.
Situs berada pada lahan datar yang digunakan sebagai kebun oleh penduduk. Tanaman yang terdapat di lahan tersebut di antaranya adalah kelapa, bungur, sengon, mahoni, dan pisang. Di sebelah utara situs berjarak sekitar 50 m terdapat aliran Sungai Ciseel. Di antara situs dengan sungai terdapat tanggul tanah dengan lebar sekitar 4 m.
Sekarang pada lahan situs tidak terdapat adanya tinggalan. Menurut informasi di lahan tersebut pada kedalaman sekitar 1,5 m terdapat susunan batu-batu candi. Di lokasi ini juga pernah ditemukan sebuah arca yang sekarang disimpan di Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kecamatan Pamarican. Berikut pemerian arca tersebut.
Sebutan Candi Ronggeng mempunyai kaitan erat dengan legenda setempat tentang kesenian ronggeng gunung yang merupakan kesenian rakyat daerah selatan Ciamis. Konon Dewi Siti Samboja yang ingin membalaskan kematian kekasihnya, Raden Angga Larang yang gugur di medan perang, menyamar menjadi penari ronggeng. Bersama para pengikutnya yang menyamar menjadi penabuh gamelan (alat musik pengiring) sering menggelar pertunjukan Ronggeng Gunung dalam upaya mencari pembunuh kekasihnya. Menurut masyarakat setempat, di lokasi candi, terutama pada hari-hari tertentu, sering terdengar suara gamelan yang terdengar seperti musik pengiring pertunjukan ronggeng.
Reruntuhan candi pertama kali ditemukan pada tahun 1977 melalui survai yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas). Reruntuhan yang ditemukan berupa Arca Nandi dan batu berbentuk kenong (gong kecil, instrumen musik tradisional Sunda). Salah satu keunikan Candi Ronggeng adalah bahwa Nandi, kendaraan Syiwa, bukan digambarkan dalam bentuk arca sapi jantan melainkan arca sapi betina. Adanya Arca Nandi ini menunjukkan bahwa Candi Ronggeng berlatar belakang agama Hindu, sehingga diperkirakan mempunyai kaitan dengan Kerajaan Galuh (abad ke-7 sampai abad ke-16 M). Pusat Kerajaan Galuh diyakini terletak di Kawali, kota kecamatan yang letaknya sekitar 10 km arah utara kota Ciamis.
Sumber:
http://arkeologisunda.blogspot.com

2
10 Negara Penduduk Muslimnya Terbanyak di Dunia

10 Negara Penduduk Muslimnya Terbanyak di DuniaTaukah Anda, negara yang memiliki populasi muslim paling banyak di dunia?? saya coba cari data nya dan Alhamdulillah menemukan data yang terpercaya, berikut ini saya coba informasikan 10 negara dengan populasi pemeluk islam terbanyak di dunia lengkap dengan jumlah populasinya:


10 Negara Pemeluk Islam Terbanyak di Dunia


1. Indonesia : 182,570,000 orang
Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di seluruh dunia. Meskipun 88% penduduknya beragama Islam, Indonesia bukanlah negara Islam. Muslim di Indonesia juga dikenal dengan sifatnya yang moderat dan toleran. Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

2. Pakistan : 134,480,000 orang
Pakistan adalah sebuah negara yang terletak di Asia Selatan. Dengan lebih dari 150 juta penduduk, Nama Pakistan diambil dari awalan daerah Punjab, Afghan, Kashmir, Sind dan Baluchistan. Sedangkan dalam bahasa Persi Pak berarti suci dan Stan bermakna negara sehingga para pendiri Pakistan mengharapkan adanya negara suci menurut ajaran Islam.

3. India : 121,000,000 orang
Islam adalah agama yang kedua terbesar kedua setelah agama Hindu (80.5%). Ada sekitar 174 juta Muslim, 16.4% dari jumlah penduduk. Sejak pengenalannya ke India, Islam telah membuat penyumbangan keagamaan, kesenian, falsafah, kebudayaan, kemasyarakatan dan politik kepada sejarah, warisan dan kehidupan India.

4. Bangladesh : 114,080,000 orang
Islam adalah agama terbesar Bangladesh, yang muslim penduduk lebih dari 130 juta dan merupakan hampir 88% dari total jumlah penduduk, berdasarkan sensus 2001. Islam datang ke wilayah Bengal sejak abad ke-13, terutama oleh kedatangan para pedagang Arab, Persia Saints dan
penaklukan daerahl Salah satu yang terkenal adalah suci Islam, Shah Jalal.

5. Turki : 65,510,000 orang
Daerah yang terdiri dari Turki moden mempunyai tradisi Islam yang lama dan kaya melatar belakang ke zaman permulaan Seljuk dan Empayar Uthmaniyyah. Orang Turki secara kebudayaan dan sejarah adalah umat Islam.

6. Iran : 62,430,000 orang
Sejarah awal Iran meliputi negara Iran dan juga negara-negara tetangganya yang mempunyai persamaan dalam kebudayaan dan bahasa. Ketika itu, negara-negara ini diperintah oleh kekaisaran-kekaisaran seperti Media dan Akhemenid. Sassania adalah kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Kemudian Persia bergabung menjadi sebagian khilafah Islam awal.

7. Mesir : 58,630,000 orang
Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis -yang berada di bawah kekuasaan Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir, Maria. Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari “Al-Zahra”, nama panggilan Fatimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.

8. Nigeria : 53,000,000 orang
Islam dianut oleh 50% dari total penduduk Nigeria, Penyebaran Islam di Nigeria dibagi dalam tiga periode, yaitu periode Trans Sahara dan Afrika Utara, periode Atlantik dan periode kemerdekaan. di samping melakukan perdagangan, para pedagang Muslim juga memperkenalkan misi utama ajaran Islam, yaitu mengembangkan perdamaian, keadilan dan kesejahteraan.

9. Algeria (Al-Jazair) : 30,530,000 orang
Islam pertama kali dibawa ke Aljazair oleh Bani Umayyah setelah invasi dinasti dari Uqba bin Nafi, dalam berlarut-larut proses penaklukan dan konversi yang membentang 670-711. Namun, seperti di Timur Tengah itu sendiri, mereka berusaha untuk menggabungkan baru mereka Islam dengan perlawanan terhadap aturan luar negeri kekhalifahan - sebuah ceruk yang Khawarij dan Syiah "ajaran sesat" diisi dengan sempurna.

10. Maroko : 28,780,000 orang
Maroko modern pada abad ke-7 M merupakan sebuah wilayah Barbar yang dipengaruhi Arab. Bangsa Arab yang datang ke Maroko membawa adat, kebudayaan dan ajaran Islam. Sejak itu, bangsa Barbar pun banyak yang memeluk ajaran Islam.

Demikianlah tentang 10 Negara Penduduk Muslimnya Terbanyak di Dunia. semoga bermanfaat..!

 Letusan Gunung Galunggung

Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5). Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah. Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.
Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Di antara tanggal 7-9 Oktober, terjadi letusan yang menghasilkan awan panas. Lalu tanggal 27 dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir pada alur sungai yang sama dengan lahar yang dihasilkan pada letusan 1822. Letusan kali ini menghancurkan 50 desa, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu.
Letusan Galunggung 1982, disertai petir
Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya terjadi, diawali gempa bumi. Letusan tanggal 6 Juli ini menghasilkan hujan abu setebal 2-5 mm yang terbatas di dalam kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85m dengan ukuran 560x440 m yang kemudian dinamakan gunung Jadi.
Letusan terakhir terjadi pada tanggal 5 Mei 1982 (VEI=4) disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilatan halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 milyar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni.
Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius sekitar 20 km dari kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak disebabkan oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal perkampungan akibat melimpahnya aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir.
Pada periode pasca letusan (yaitu sekitar tahun 1984-1990) merupakan masa rehabilitasi kawasan bencana, yaitu dengan menata kembali jaringan jalan yang terputus, pengerukan lumpur/pasir pada beberapa aliran sungai dan saluran irigasi (khususnya Cikunten I), kemudian dibangunnya check dam (kantong lahar dingin) di daerah Sinagar sebagai 'benteng' pengaman melimpahnya banjir lahar dingin ke kawasan Kota Tasikmalaya. Pada masa tersebut juga dilakukan eksploitasi pemanfaatan pasir Galunggung yang dianggap berkualitas untuk bahan material bangunan maupun konstruksi jalan raya. Pada tahun-tahun kemudian hingga saat ini usaha pengerukan pasir Galunggung tersebut semakin berkembang, bahkan pada awal perkembangannya (sekitar 1984-1985) dibangun jaringan jalan Kereta Api dari dekat Station KA Indihiang (Kp. Cibungkul-Parakanhonje) ke check dam Sinagar sebagai jalur khusus untuk mengangkut pasir dari Galunggung ke Jakarta. Letusannya juga membuat British Airways Penerbangan 9 tersendat, di tengah jalan.

Gunung Galunggung sebagai obyek wisata

Kebanyakan pengunjung obyek wisata Galunggung adalah wisatawan lokal, sementara wisatawan dari mancanegara masih di bawah hitungan 100 orang rata-rata per tahun. Rata-rata wisatawan dalam maupun luar negeri yang berkunjung ke Gunung Galunggung berjumlah 213.382 orang per tahun.
Melihat potensi daya tarik yang mungkin digali, serta posisi geografis yang cukup strategis, serta memiliki kekhasan dari kondisi alamnya obyek wisata Gunung Galunggung cukup potensial untuk dijual kepada wisatawan mancanegara. Namun obyek wisata tersebut belum dikemas dalam paket wisata yang profesional.


Karang Kamulyan, Peninggalan Kerajaan Galuh di Ciamis


Oleh: Mustafid
Karang Kamulyan adalah salah satu cagar budaya yang ada di Kabupaten Ciamis. Cagar budaya yang luasnya hamper 25 Ha ini merupakan peninggalan Kerajaan Galuh. Situs ini terletak antara Ciamis dan Banjar, jaraknya sekitar 17 km ke arah timur dari kota Ciamis.Berbicara mengenai Karang Kamulyan, fikiran kita akan langsung tertuju pada sebuah situs peninggalan sejarah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Jilid III, situs adalah daerah temuan benda-benda purbakala.Situs ini juga dapat dikatakan sebagai situs yang sangat strategis karena berbatasan dengan pertemuan dua sungai yakni Sungai Citanduy dan Cimuntur. Memang sampai sekarang belum ada bukti otentik mengenai apakah di situs ini dulunya merupakan pusat kerajaan Galuh atau bukan, tapi kalau kita kaitkan dengan kepercayaan atau agama yang berkembang saat itu yaitu agama Hindu, daerah ini memang cocok dijadikan pusat kerajaan Galuh karena berada dekat pertemuan dua sungai tersebut.Kosoh S, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Daerah Jawa Barat mengemukakan:
“… apabila ditinjau dari sudut pandang keagamaan dalam hal ini agama Hindu, Karang Kamulyan adalah sebuah tempat yang letaknya sangat baik, yaitu pertemuan dua sungai besar, yaitu Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy”.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa penduduk setempat dan juga Babad Galuh menganggap bahwa Karang Kamulyan itu juga merupakan pusat Kerajaan Galuh karena dilihat dari arti katanya sendiri, Karang Kamulyan artinya tempat yang mulia atau tempat yang dimuliakan.
Para sejarawan dapat menyimpulkan bahwa agama yang dianut pada masa Kerajaan Galuh adalah agama Hindu karena berdasarkan Carita Parahyangan yang menyebutkan bahwa pemujaan yang umum dilakukan oleh Raja Galuh adalah sewabakti ring batara upati. Upati berasal dari bahasa Sansekerta utpati atau utpata, yaitu nama lain untuk Yama, dewa pencabut nyawa agama Hindu dari mazhab Siwa. (Nugroho Notosusanto ; 1993 : 358)
Berbicara mengenai Karang Kamulyan, kita tidak bisa terlepas dari cerita Ciung Wanara, menurut masyarakat setempat kisah ini memang menarik untuk ditelusuri, karena selain menyangkut cerita tentang Kerajaan Galuh, juga dibumbui dengan hal luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara.
Masa kecil Ciung Wanara dibesarkan oleh kakeknya Aki Balangantrang. Setelah dewasa, Ciung Wanara dijodohkan dengan cicit Demunawan bernama Dewi Kancana Wangi, dan dikaruniai puteri yang bernama Purbasari yang menikah dengan Sang Manistri atau Lutung Kasarung.
Dalam usahanya merebut kerajaan Galuh dari tangan Sang Tamperan, Ciung Wanara dibantu oleh kakeknya yaitu Aki Balangantrang yang mahir dalam urusan peperangan dan kenegaraan bersama pasukan Geger Sunten. Perebutan kerajaan ini konon tidak dilakukan dengan peperangan, tapi melalui permainan sabung ayam yang menjadi kegemaran raja dan masyarakat pada saat itu. Ciung Wanara memenangkan permainan ini dengan mudah.
Ciung Wanara memerintah selama 44 tahun (739-783 Masehi), dengan wilayah dari Banyumas sampai dengan Citarum, selanjutnya setalah Ciung Wanara melakukan manurajasuniya (mengakhiri hidup dengan bertapa), maka selanjutnya kerajaan Galuh dipimpin oleh Sang Manistri atau Lutung Kasarung, menantunya. Ciung Wanara disebut juga Sang Manarah, atau Prabu Suratama, atau Prabu Jayaprakasa Mandaleswara Salakabuwana.
Sekarang kita kembali ke Situs Karang Kamaulyan, AMDG dalam situsnya www.navigasi.net menyebutkan bahwa kawasan ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu.Batu-batu yang ada di lokasi ini memiliki nama dan kisah. Nama-nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau cerita tentang kerajaan Galuh.
Pangcalikan
Situs pertama yang akan kita lewati apabila kita masuk ke Cagar Budaya ini adalah Pelinggihan (Pangcalikan). Pelinggih merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi empat, termasuk ke dalam golongan / jenis yoni (tempat pemujaan) yang letaknya terbalik dan digunakan untuk altar. Di bawah Yoni terdapat beberapa buah batu kecil yang seolah-olah sebagai penyangga, sehingga memberi kesan seperti sebuah dolmen (kubur batu). Letaknya berada dalam sebuah struktur tembok yang lebarnya 17,5 x 5 meter.
Sahyang Bedil
Tempat yang disebut Sanghyang Bedil merupakan suatu ruangan yang dikelilingi tembok berukuran 6,20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 cm. Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai sekat. Di dalam ruangan ini terdapat dua buah menhir yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm. Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitikum. Menurut kepercayaan masyarakat, Sanghyang Bedil kadangkala dapat dijadikan sebagai pertanda akan datangnya suatu kejadian, terutama apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda itu sudah tidak ada lagi. Di samping itu senjata memiliki arti perlambangan tersendiri yang telah dikenal oleh masyarakat sekitarnya. Senjata merupakan lambang dari hawa nafsu. Arti filsafatnya adalah bahwa hawa nafsu sering menyeret manusia ke dalam kecelakaan ataupun kemaksiatan.
Penyabungan Ayam
Tempat ini terletak di sebelah selatan Sanghyang Bedil. Masyarakat menganggap tempat ini merupakan tempat penyabungan ayam Ciung Wanara dan ayam raja. Di samping itu merupakan tempat khusus untuk memlih raja yang dilakukan dengan cara demokrasi.
Lambang Peribadatan
Batu yang disebut sebagai lambang peribadatan merupakan sebagian dari kemuncak, tetapi ada juga yang menyebutnya sebagai fragmen candi, masyarakat menyebutnya sebagai stupa. Bentuknya indah karena dihiasi oleh pahatan-pahatan sederhana yang merupakan peninggalan Hindu. Letak batu ini berada di dalam struktur tembok yang berukuran 3 x 3 x 0.6 m. Di tempat ini terdapat dua unsur budaya yang berlainan yaitu adanya kemuncak dan struktur tembok. Struktur tembok yang tersusun rapi menunjukkan lapisan budaya megalitik, sedangkan kemuncak merupakan peninggalan agama Hindu. Masyarakat menyebutnya sebagai lambang peribadatan atau lambang keagamaan, karena dilihat dari bentuknya yang mirip dengan stupa.
Panyandaran
Terdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini merupakan tempat melahirkan Ciung Wanara. Di tempat itulah Ciung Wanara dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.
Masyarakat mempunyai mitos pada tempat ini. Sebagian masyarakat percaya bahwa kalau ada ibu-ibu yang belum dikaruniai anak dan ingin mempunyai anak, maka harus bersandar di tempat itu.
Cikahuripan
Di lokasi ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi hanya merupakan sebuah sumur yang letaknya dekat dengan pertemuan antara dua sungai, yaitu sungai Citanduy dan sungai Cimuntur. Sumur ini disebut Cikahuripan yang berisi air kehidupan. Sumur ini merupakan sumur abadi karena airnya tidak pernah kering sepanjang tahun.
Makam Dipati Panaekan
Di lokasi makam Dipati Panaekan ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi merupakan batu yang berbentuk lingkaran bersusun tiga.
Dipati Panaekan adalah putra kedua dari Cipta Permana (Prabu di Galuh) Raja Galuh Gara Tengah, ia wafat karena dibunuh oleh adik iparnya sendiri yang bernama Dipati Kertabumi (Singaperbangsa I) karena perselisihan paham dalam rangka penyerbuan Belanda ke Batavia dimana Panaekan condong ke pendapat Dipati Ukur sedangkan Singaperbangsa condong ke pendapat Rangga Gempol. Setelah dibunuh, jasadnya dihanyutkan ke Cimuntur dan diangkat lagi dipertemuan Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy lalu dikuburkan di Karang Kamulyan.
Menurut juru kunci Karangkamulyan, Endan Sumarsana, didaerah karangkamulyan ini juga terdapat sebuah ”highway” Padjajaran atau disebut juga jalan raya yang menghubungkan Padjajaran dengan daerah-daerah disekitarnya. Jalan raya ini dimulai dari pusat kerajaan Padjajaran, kemudian ke Cileungsi, Cibarusa, Warunggede, Tanjung Pura, Karawang, Ciakao, Purwakarta, Sagalaherang, Sumedanglarang, Tomo, Sindangkasih, Rajagaluh, Talaga, Kawali dan berakhir di Karangkamulyan. Sekarang sisa dari jalan raya ini tidak dapat kita lihat karena sudah berubah menjadi pemukiman penduduk. Sekarang ini, masyarakat disekitar Karangkamulyan mempunyai tradisi yang unik setiap menjelang datangnya bulan Ramadhan. Mereka menamai tradisi ini dengan istilah ”Mager”. Tradisi ini dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh Kuncen atau juru kunci Karangkamulyan, setelah itu masyarakat saling bersilaturahmi dan makan bersama di lokasi tersebut. Masyarakat juga membawa bambu dan menggunakan bambu tersebut untuk membuat pagar bambu mengelilingi pancalikan. Kegiatan ini juga mempunyai arti tersendiri yaitu memagari atau membentengi umat muslim yang akan melaksanakan ibadah puasa dari gangguan setan yang akan terus menggangu umat manusia.